Kamis, 11 Juni 2009

Tawanan Cinta

Aku menghampiri pekatnya malam yang kelam tanpa setitik terang, tanpa kunang-kunang, tanpa bintang yang tadi sempat berkedip sebelum aku berjumpa angin semilir dan meyapanya dengan kata-kata mimpi tentang bulan dan matahari yang tak pernah bisa bertemu. Saat aku belum tidur. Aku berdiri merasakan malam yang pernah jadi kekasih gelapku, saat aku mencumbunya, meraba sekujur tubuhnya. Sehingga aku, telah melihat diri yang telanjang. Malam bersama pekatnya Adalah kekasihku yang dulu, sebelum aku mengenal dirimu tadi siang ditempat pengakuan dosa tadi. Kami menjadi kekasih yang tak pernah merasakan dan menyadari adanya terang. Kami melebur, bersatu, erat, kuat, seperti ular menelan tikus tanpa sisa. Kami tak terlihat, tak teraba. Kami. Tak seorang pun bisa melihat kami. Desahan, cumbu rayu, meraba, mencapai puncak kenikmatan, menggapai dan akhirnya meraih puncak Bersama. Dan, aku terlelap dalam pelukannya.

“Tuhan memberkatimu, anakku. Ia mengampuni dosa-dosamu. Ia telah mati demi keselamatan kita, Anakku”. “Ya, Bapa”. Aku menyahut.

Dan, saat aku melirik kesamping kananku, dibangku sebelah kanan panti Imam, deretan yang ketiga dekat dengan tampat pengakuanku, disebelah kanan sekitar 10 yard dari altar, aku menjumpai senyummu, yang terukir indah dikuluman bibirmu yang manis diantara celah-cel;ah merekah. Aku,… tersenyum terpesona oleh orang asing yang kukenal itu. Bahkan tubuhku pun bergetar hebat, jantungku berdetak kalang kabut, aku menahannya dengan tanganku agar tidak pecah dan kembali biasa. “sensasi”, mungkin kata sahabat lamaku ini yang tepat untuk keadaanku saat ini. Sahabatku berkata:” saat kita mengalami sesuatu yang sangat dayat, sulit tuk diungkapkata-kata, kita keterbatasan bahasa, mungkin kata -sensasi- bisa mewakili tapi….”.

Sahabatku “Van”-kisahku bersamanya terukir dalam lembar sejarah –historigrafi-munkin akan jadi legenda yang terkenang siribu masa. Terlalu narsis? Mungkin benar…! Kisol, sebuah lembah sunyi, terapit deretan bukit kembar-mungkin kembar siam*seperti banyi tabung lagi trend. Dan, tiga bukit mengepung lembah ini. Lembah baliem? Bukan… itu di Papua. Lembah Kidron? Hmmn…. Itu milik sejarah. Lembah itu penuh canda, tawa dan juga tangisan. Kisol,… sebuah lembah yang sunyi, sepi, suci, subur, sabar, surge, sedih…! Dilindungi hutan tropis yang kini pasti mulai terhimpit deretan rumah beratap seng, berdiiding bamboo, yang setiap saat dapat rubuh karena dibangun dengan kemalasan dan uang tak sanggup untuk ditumpuk tuk membeli beton, pasir, semen

Tapi, Kisol Adelah Surga dan Api Penyucian. Tempat aku menikmati saat awal masa remaja dengan begitu banyak hikayat surgawi, tentang cinta,kasih,sahabat, kebersamaan yang senantiasa siap di santap seperti buah sawo yang matang. Kisol, bagaikan Gadis yang seksi, cantik, manis, indah, bibirnya terus merekah. Wajahnya memancarkan sinar yang tak pernah redup, walupun matahari mencoba melawannya. Buah dadanya begitu indah bagai gunung yang subur dengan putting susu yang coklat kemerah-merahan yang senantiasa siap mengalirkan air kehidupan. Lekukan tubuhnya sangat indah dan sempurna. Membuat orang yang melihat dan mendengar tentangnya tertarik dan rindu untuk hisup bersamanya, menikmati keindahan tubuhnya setiap saat, setiap detik, menit, jam; saat malam, siang, bahkan saat mimpi. Dan, ia pun menerima setiap orang yang datang dengan kehangatan. Ia merentangkan lengannya, mendekap dan memeluk erat setiap mereka yang datang, sehingga kulitnya yang halus dan payudaranya yang empuk dan lembut dan segala keindahannya bersatu dengan jiwa orang=orang yangdatang. Mereka tidak mau melepaskan diri dari pelukan itu, mereka ingin merasakan kulit halus dan setiap kesempurnaan tubuhnya. Meminum air susunya. Akan tetapi, gadis itu tetap perawan, tidak pernah tidak perawan, akan selau dan selamanya ia suci, murni, tak tertembus oleh nafsu birahi dari setiap orang yang terpesona karena rubuhnya. Ia tidak pernah mengunci keperawannannya dengan gembok seperti dalam kisah Robinhood. Ia tetap perawan karena setiap orang yang datang dan hidup bersamanya tidak ingin dia tercemar dan ternoda.

*moridewa*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar